Kala Delegasi Amirul Hajj Dibuat Terkejut dengan Hotel Jemaah di Madinah

By Admin

nusakini.com--Menjelang pulang ke tanah air, Amirul Hajj Lukman Hakim Saifuddin dan rombongannya mampir dulu ke kota suci Madinah Al-Munawwarah untuk berziarah ke makam Rasulullah Muhammad SAW.

Mereka juga memantau kondisi hotel dan kualitas makanan jemaah. Hotel itu sudah dihuni jemaah gelombang pertama sebelum mereka berhaji di Makkah. Kini, hotel itu akan dihuni jemaah gelombang kedua usai beribadah haji di Makkah. 

Berbeda dengan di Makkah, hotel di Madinah rata-rata berjarak 100 - 200 meter dari Masjid Nabawi. Beberapa hotel bahkan nyaris menempel dengan koridor paling depan masjid. Hotel Shaza, misalnya, hanya berjarak 30 meter dari lantai pertama koridor masjid.

Hotel ini hanya dihalangi oleh Hotel Daar El Taqwa yang memang persis menempel dengan koridor masjid. Millenium Al-Aqeeq Hotel, yang dihuni sepenuhnya oleh jamaah asal Indonesia, hanya berjarak 40 meter dari Masjid Nabawi. 

Masuk ke Hotel Shaza milik konglomerat Al-Rajhi, beberapa anggota delegasi amirul hajj terkejut. Bukan hanya karena sales executive hotel mewah itu adalah Gilan Garnika, pemuda asal Bandung, Jawa Barat, yang tak bisa berbahasa Arab sama sekali. Namun juga karena hampir semua dinding hotel itu adalah marmer kualitas nomor wahid. 

Bahkan, dinding kamar mandi pun dilapisi marmer putih dan cokelat dengan sejumlah ornamen ciamik. Di kamar mandi itu jemaah dilarang berharap mendapatkan WC jongkok ala jamban di pelosok-pelosok desa. Semua WC yang ada mengharuskan mereka duduk jika ingin menuntaskan hajat. 

Bagaimana dengan kamar hotel dan tempat tidur? Jangan tanya lagi. Di setiap sisi tempat tidur bergantung lampu-lampu tidur yang bulat memanjang. 

‘’Wah, jemaah dari kampung saya jangan-jangan merasa gak perlu ganti seprai nih. Sudah nyaman kayak gini,’’ kata KH Masduki Baidlowi, ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menjadi anggota delegasi amirul hajj tahun ini, sambil tak tahan merebahkan dirinya di atas tempat tidur. 

KH Rusli Effendi punya gaya terkejut yang berbeda. Setelah melihat dari jendela kamar ternyata Masjid Nabawi hanya ‘’seujung kaki’’, sekretaris PB Al Wasliyah ini langsung bertanya berapa jauh kantor Daerah Kerja (Daker) Madinah dengan Masjid Nabawi. Dia bertanya seperti itu karena di kantor Daker inilah Menteri Agama dan semua anggota delegasi amirul hajj sekarang tinggal selama masa peninjauan. 

Setelah diberitahu bahwa antara kantor Daker Madinah dengan Masjid Nabawi berjarak sekitar 700 meter, anggota delegasi amirul hajj yang jago berpantun Melayu ini langsung bergumam: ‘’Wah, masyarakat di Indonesia dan semua jemaah haji harus tahu ini bahwa amirul hajj saja bersama rombongannya tidak tinggal di hotel segini mewah!’’ 

Delegasi amirul hajj dipimpin oleh Menteri Agama. Dua wakilnya diambil dari utusan dua ormas terbesar di Indonesia, PBNU dan PP Muhammadiyah. Sedangkan delapan anggotanya mewakili ormas-ormas lain. Keterwakilan ini menjadi penting agar para anggota delegasi bisa menyampaikan kepada jutaan anggota organisasi mereka kelebihan dan kekurangan penyelenggaraan ibadah haji oleh Kementerian Agama. 

‘’Umat Islam Indonesia harus bersyukur pemerintah turun tangan mengurusi ibadah haji. Coba lihat jemaah haji yang kemarin kita lihat pada tidur di jalan-jalan saat mabit di Mina, itu karena pemerintah mereka tidak mengurusi ibadah haji rakyatnya,’’ jelas KH Ahmad Sadeli Karim, Ketua Umum Pengurus Besar Mathla’ul Anwar yang di tahun ini juga menjadi anggota delegasi amirul hajj. 

Sebagai amirul hajj, Lukman tentu senang melihat kualitas hotel-hotel yang ia kunjungi. Saking girangnya, dengan nada bercanda, ia sambil tertawa mengatakan jangan-jangan jemaah lebih senang shalat di hotel ketimbang pergi ke masjid. 

Kepada Osama Al Zebuli, sales manager Millenium Al Aqeel Hotel, Lukman bertanya apa kekurangan jemaah haji asal Indonesia tinggal di hotel itu. Osama gelagapan dan berkata sejujurnya jemaah haji asal Indonesia adalah tamu terbaik di hotelnya. Mereka sopan, tidak jorok, tak pernah berteriak-teriak memanggil temannya seperti yang dilakukan jemaah dari negara lain, dan seringkali membuka sandal setiap kali masuk ke ruangan yang belum pernah mereka kunjungi sebelumnya. 

‘’Saya minta Anda memberi evaluasi, Anda malah memuji-muji. Coba beri saya evaluasi,’’ tegas Lukman. 

‘’Sejujurnya?’’ tanya Osama. ''Ya!''

‘’Sejujurnya?’’ tanya Osama lagi. ''Ya!''

‘’Sejujurnya, hanya satu kekurangan jemaah asal Indonesia. Mereka selalu berebut dan tak sabar masuk ke dalam lift, padahal ada undang-undang di Saudi yang melarang orang berlebihan masuk dalam lift,’’ jelas Osama malu-malu kucing. 

‘’Sering terjadi jika jamaah sudah masuk lift tapi satu saja saudara mereka tertinggal, jamaah di dalam lift itu lebih mau keluar lift asal satu saudara mereka yang tertinggal tidak panik!” lanjut Osama. 

Osama mengaku pernah datang ke Jakarta. Tapi saya tidak yakin dia pernah naik Metromini atau Kopaja! 

(Penulis : Helmi Hidayat, Konsultan Ibadah PPIH, Dosen UIN Jakarta)